-
-
0
komentar
Ini adalah bagian ke 20 Dhammapada
(273).
Diantara semua jalan, Jalan Mulia Beruas Delapanlah* yang terbaik; diantara semua kebenaran, Empat Kebenaran Mulialah** yang terbaik; Di antara semua keadaan, keadaan Tanpa Nafsulah yang terbaik; Di antara semua manusia, Dia yang telah sadarlah yang terbaik.
*). Jalan Mulia Beruas Delapan adalah jalan tengah yang ditemukan oleh Buddha Gotama, Jalan untuk mencapai Nibbana ini terdiri 1. Pengertian benar, 2. Pikiran benar, 3. ucapan benar, 4. perbuatan benar, 5. penghidupan benar, 6. upaya benar, 7. perhatian/kesadaran benar, dan 8. konsentrasi benar. Ini adalah satu-satunya jalan menuju ke Pencerahan. Delapan faktor ini adalah delapan keadaan batin yang berlandaskan kesadaran adiduniawi dengan Nibbana sebagai tujuannya.
**). Empat Kebenaran Mulia adalah kebenaran mengenai penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan menuju ke akhir penderitaan. Kebenaran pertama dipahami dahulu, barulah bisa mengakhiri sebab dari penderitaan (yaitu keinginan), kemudian mencapai akhir penderitaan (yaitu Nibbana), dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Adanya Empat Kebenaran Mulia ini tidak tergantung dari muncul atau tidak seorang Buddha di dunia. Para Buddha hanya mengungkapnya kembali untuk umat manusia.
(274).
Inilah satu-satunya Jalan, tiada jalan lain untuk mencapai pandangan terang. Engkau yang menelusuri jala ini, berjuanglah menundukkan Mara.
(275).
Dengan menelusuru jalan itu, engkau akan mengakhiri penderitaan. Aku mengajarkannya kepadamu, setelah mengetahui (bahwa), jalan inilah yang akan membuang duri-duri nafsu*.
*). Nafsu, yang datang bersama godaan.
(276).
Dirimu sendiri yang harus berusaha* , para Tathagata** hanyalah guru; mereka yang tekun bermeditasi dan mengikuti jalan, akan terbebas dari Mara.
*). Pengontrolan nafsu, unyuk mencapai Nibbana.
**). Buddha menyebut Dirinya Tathagata,
(277).
"Segala sesuatu yang bersyarat itu tidak kekal." Bila dengan kebijaksanaannya orang melihat hal ini terbebaslah ia dari penderitaan. Inilah jalan menuju kesucian.
(278).
Segala yang bersyarat itu mengandung penderitaan. "Bila dengan bijaksana orang melihat hal ini, terbebaslah ia dari penderitaan. Inilah jalan menuju kesucian.
(279).
"Segala sesuatu adalah tanpa inti." Bila dengan bijaksana orang melihat hal ini, terbebaslah ia dari penderitaan. Inilah jalan menuju kesucian.
(280).
Pemalas yang tidak berjuang saat dia seharusnya berjuang, yang lamban, meskipun masih muda dan kuat, semangat yang terkekang* tak akan menyadari jalan dengan bijaksana.
*). Batin yang tidak dikembangkan.
(281).
Berhati-hati dalam perkataan, kendalikan pikiran dengan baik, tidak melakukan hal buruk dengan jasmani; hendaklah memurnikan ketiga jenis perbuatan* ini, dan berjaya dalam jalan yang dibabarkan para suci.
*). Karma (kamma).
(282).
Sesungguhnya, dari meditasi tumbuh kebijaksanaan; Tanpa meditasi kebijaksanaan akan pudar. (Setelah) mengetahui hal ini, hendaklah orang melatih diri dan mengembangkan kebijaksanaannya.
(283).
Tebanglah hutan (nafsu)* sampai habis, jangan tinggalkan satu pohon pun. Dari hutan itulah tumbuh rasa takut. Tebanglah baik hutan maupun belukarnya**, O Biksu, sehingga Engkau terbebas*** dari nafsu.
*). Hutan, disini artinya nafsu, kebencian dan kebodohan.
**). Hutan = nafsu yang kuat. Belukar = nafsu yang lebih lemah.
***). Keadaan bebas dari nafsu, dicapai dengan melaksanakan Empat Kemuliaan.
(284).
Selama (belukar) nafsu lelaki terhadap wanita, betapa pun kecilnya, belum ditebang habis; selama itu pula pikiran terikat, seperti anak sapi yang menyusu pada induknya.
(285).
Putuskanlah keinginanmu, seperti engkau memetik setangkai bunga Bakung di musim gugur. Peliharalah jalan menuju kedamaian, znibbana yang telah diajarkan olrhNy?
(286).
Aku akan masih hidup pada musim hujan, demikian pula aku akan masih hidup pada musim gugur, dan musim panas. Begitulah khayalan si dungu, ia tidak menyadari adanya ancaman bahaya (kematian).
(287).
Bila seseorang yang pikirannya terikat pada anak dan ternak, kematian akan menyeretnya dan menghanyutkannya, seperti banjir menghanyutkan desa yang tertidur.
(288).
Tidak ada anak laki-laki yang melindungi, tidak juga ayah dan sanak keluarga. Baginya yang menjelang saat kematian, tidak ada perlindungan dari sanak keluarga.
(289).
(Setelah) mengerti kenyataan ini, lihatlah betapa orang bijaksana terkendali perbuatannya, dan terbukalah segera jalan menuju Nirwana.